Di suatu siang pada ruangan kelas B di gedung F ketika Reechan sibuk tertawa ngakak dengan posisi kaki di atas kursi seorang teman datang menghampiriku dengan senyum terukir di bibirnya. Ia menepuk pundakku sambil berkata "Bagusan gini loh.. " . Aku yang nggak ngerti dia maksudnya apa langsung pasang muka bengong sambil ber-eh-eh ria, dan dia terkekeh lalu melanjutkan ucapannya, "bagusan gini. Berhijab. Kalo di luar kampus juga terus pasang ya, jangan cuman di sini aja. Dalam Al-Quran kan sudah di beritahukan bahwa siapapun perempuan di muka bumi wajib hukumnya menutup aurat....." dan akhirnya dia sibuk ceramah tentang betapa mengerikannya neraka bagi perempuan yang tidak berhijab, betapa pentingnya hijab itu bagi perempuan dan bla...bla...serentetan nada menakutkan itu aku coba dengarkan, dan pada akhirnya dia kembali tersenyum, "ngerti kan? ". Aku pada akhirnya mulai nyengir kuda dan berkata " Tapi aku .... itu.... belom siap". Ujarku dengan nada ragu ragu. Kemudian dia menghapus senyum di wajahnya, menatapku dengan tatapan mematikan lalu berkata " Lalu kapan siapnya?"
MAMAAAAAAA >< Rasanya aku ingin berteriak saat itu juga. Wanita itu sangat
mengerikan hingga membuatku tersentak, lidah kelu dan terbungkam, kata - katanya benar-benar menancap ke dalam sanubariku, karena dia benar, kapan aku akan siap? Kapan? Kapan? Aku sendiri pun tidak tahu.
Kemudian esok harinya, ketua prodi itu datang ke kelas kami dengan raut wajah muram yang mengerikan, dan dia mulai berteriak " Kapan kalian setor judulnya?" Dan kemudian aku tersentak. Aku lupa... lupa kalau aku sudah semester tujuh dan harus segera menyusun skripsi. Liburan selama 2 bulan lebih membuatku lupa akan hal itu. Ya, ketua prodi itu benar, kapan kita menyetor judul teman - teman?? Di otakku sama sekali tidak terlintas satu pun judul, yang ada hanya apa yang harus aku makan malam ini, ayam goreng atau nasi goreng.....
Setelah ketua prodi itu keluar kelas, seorang gadis dengan wajah pucat dan jilbab merah muda itu menghampiri bangkuku, mengulurkan tangannya dan berkata dengan nada sumringah "Kita lulusnya barengan ya! Tahun depan harus lulus sama-sama! Ne?" Aku terkejut, dia mengucapkannya tanpa beban. Aku memaksakan senyumku dan mengangguk, temanku ini sepertinya tidak menyadari raut wajahku yang berubah jadi takut. Ya, aku takut tahun depan kau sudah memakai toga sementara aku harus menangis darah karena skripsiku belum selesai. Aku pesimis, katakanlah begitu.
Waktu pulang, aku diantar supir. Papa tidak bisa menjemputku karena dia pergi makan ikan di pantai (?). Awalnya pak supir itu hanya diam, namun ia akhirnya membuka suara, "Nanti kalo udah lulus bakalan jadi guru ya?" Aku tersentak lagi, di hari yang sama. Pak supir, bisakah kau tidak menanyakan itu? Aku sama sekali tidak pernah bercita cita jadi guru. Di masa sekolah, aku bukanlah siswa teladan berwajah anggun yang di sukai guru - guru. Aku membolos dan menyontek, tiap kali masuk ruang guru aku melihat raut wajah lelah guru - guru itu. Jadi aku tahu betul betapa susahnya menjadi guru. Tapi kalau bukan jadi guru, lalu aku akan jadi apa? Kenapa kau memilih fakultas keguruan bahasa inggris, reechan kenapa? Aku tidak punya pilihan pada saat itu....
Akhir - akhir ini musimnya pernikahan. Banyak sekali orang yang menikah. Baru-baru ini teman sekelasku menikah, dan salah satu teman baikku sebut saja Nona S mengumumkan pernikahannya minggu depan. Aku ikut senang. Mereka akhirnya menemukan jodoh mereka. Namun seorang teman lelaki sekelasku itu datang ke mejaku dan berkata " Lalu kamu kapan?" tanyanya dengan raut wajah tak berdosa. Aku cuman tertawa dan bilang, " belumlah, aku kan masih 20." tapi dia bilang "banyak kok yang udah married di usia segitu". Dan pada akhirnya aku terdiam. Dia benar juga. Temanku yang satunya, sebut saja Nona A tiba - tiba nyeletuk "dia belum bisa nikah kalo kakak - kakaknya belom nikah". Well, dia benar. Kakak pertamaku usia 30 tahun belum menikah dan sepertinya tidak akan menikah. Kakak keduaku, umur 27 tahun dan juga sepertinya (?) tidak mau menikah. Mereka tidak peduli dengan status perawan tua selama mereka nyaman dengan kehidupannya. Aku khawatir pada mereka, itu seperti sebuah gelombang arus hidup di keluarga kami yang sulit di patahkan. Aku lebih khawatir, karena.... akankah aku bernasib sama seperti mereka? Apakah aku juga akan mengikuti arus itu?? Karena... sampai sekarang ini, aku belum bertemu orang yang benar-benar aku sukai...
baru baru ini , Tuan A, sebut saja seperti itu, mendapatkan pacar baru. Ia menyebut nama gadis itu di Instagram dan media sosial lainnya, aku tersentak. Dia bahkan sudah dapat yang baru sementara aku masih bagaikan rumput bergoyang di padang pasir. Itu menyakitkan.
apakah karena aku yang terlalu menutup diri?? Seketika aku panik, apakah aku akan menikah? Tidak, apakah ada orang yang serius dan memintaku menikah dengannya? Aku sedikit berbeda dengan gadis lainnya... apakah ada orang yang mau mengajakku hidup bersamanya??? Apakah aku bisa menikah?? Apakah aku bisa lulus tahun depan?? Apakah aku bisa memantaskan diri??
Aku khawatir, bimbang, bingung, takut, resah, gundah dan sebagainya. Makin dewasa makin berat masalah dan hidup yang harus di pikirkan.
P.s //cuman mau curhat. Aku nggak tau mau ke cerita ke siapa, karena orang - orang slalu menganggapku tanpa masalah, tapi aku sebenarnya menyimpan banyak sekali kekhawatiran.
Best Regards
Reechan
Ganbatte Reechan Nee-chan! Pasti Bisa Kok! Btw Reechan Cantik Banget Kalo Hijab Kayak Gini Kelihatan Muslimah Dan Tambah Kawaii !
BalasHapusmuslimah??? hohohohohohoho
HapusAduh Achan eh Reechan Cantik Banget...Loveyouh
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusIya,aku jg punya nasalah. Nggak bisa memulai pembicaraan,kikuk,introvert :3
BalasHapusbanyakin senyum aja coba: 3
HapusReechan jadi kirei deh.. ^^
BalasHapushahaha~ kode supaya aki berjilbab? = ̄Ď ̄=
Hapus